Sebuah jembatan,
di atas Sungai Ciberang, Lebak, Provinsi Banten yang dibangun pada 2001 ini
mendadak menggemparkan dunia internasional. Betapa sungguh mengiris hati
siapapun yang meresapi fenomena ini. Puluhan anak-anak sekolah dengan tangan
mungil mereka berusaha mencengkeram tali-tali konstruksi rangka jembatan yang
masih menggantung sekenanya, melayang di atas derasnya arus Sungai Ciberang.
Dengan penuh keprihatinan dan diiringi pula dengan semangat yang tinggi untuk meraih
cita-cita dengan belajar di sekolah, anak-anak ini dengan berpeluh semangat
yang tinggi meniti jembatan yang hampir rubuh, satu persatu menyeberangi
jembatan menuju sekolah mereka. Berita ini tak hanya mengiris hati para
pemerhati pendidikan di tanah air saja, akan tetapi juga menyedot perhatian
pemerhati pendidikan di dunia internasional. Koran Inggris Daily Mail pun
memuat berita tentang fenomena ironi ini. Bahkan Daily Mail mengibaratkan
perjuangan anak-anak Banten ini untuk sekolah dengan aksi dalam sebuah film
berjudul “Indiana Jones”. Bahkan menurut mereka aksi nekat anak-anak ini lebih
berani dan membahayakan dari pada aksi dalam film itu. Anak-anak ini
menyeberangi sungai, meniti jembatan semi rusak tanpa sehelai pengaman pun.
Fenomena-fenomena
yang mengganggu kedamaian pendidikan seperti fenomena jembatan Lebak, Banten ini,
kiranya kita pasti berharap pemerintah akan melakukan hal yang berarti demi
mengobati luka yang selama ini disembunyikan di bawah perban kemunafikan. Entah
itu karena ulah koruptor, pejabat pendidikan, atau kepala sekolah yang tidak bertanggungjawab. Di
mana peran pemerintah sebenarnya dalam mewujudkan pendidikan yang layak bagi
rakyat sekarang ini. DPR rapat, hanya luka bonyok yang didapat. Betapa tidak,
sekali DPR rapat paripurna, keributan selalu mewarnai rapat paripurna. Lalu apa
yang didapat rakyat? Hanya tontonan yang sangat tidak mendidik, apalagi untuk
calon penerus perjuangan bangsa. Jika telah terjadi seperti ini pada pendidikan
di negara kita, lalu untuk apa kita masih memperingati hari pendidikan nasional
setiap tanggal 2 Mei. 2 Mei, tanggal Ki Hajar Dewantara dilahirkan. Tanggal
kelahiran beliau ditetapkan sebagai hari pendidikan nasional, karena kontribusi
yang telah diberikannya bagi perjuangan pendidikan untuk pribumi.
Hari pendidikan
nasional, hanya sekadar untuk menyegarkan ingatan kita akan sosok mulia Ki
Hajar Dewantara, ataukah hanya kamuflase belaka untuk menutupi kemunafikan
pejabat yang sekadar menganggap remeh urusan pendidikan. Entah itu kemunafikan atau
kamuflase, yang jelas hari pendidikan nasional sejatinya mengajarkan kepada
anak bangsa untuk terus berkarya dan belajar. Karena berkat perjuangan para
pejuang pendidikan, kita sampai sekarang telah menikmati kesempatan untuk dapat
belajar dengan bebas tanpa larangan ini dan itu.
Lepas dari
kemunafikan pejabat pemerintah akan campur tangannya di dunia pendidikan, pada
kenyataannya di dunia nyata, pendidikan di negara kita sangat minim akan
pendidikan moral. Sehingga moral generasi penerus bangsa sangat mengkhawatirkan
masa depan bangsa. Pendidikan moral pun kiranya tak sampai dipelajari oleh para
pejabat DPR yang mengaku lulusan sekolah bergengsi luar negeri. Munculnya film
layar lebar seperti laskar pelangi pun hanya muncul sebagai euforia, tanpa ada resapan
yang memasuki perasaan dan fikiran kita untuk lebih memaknai arti hari
pendidikan nasional secara lebih bijak. Kisah-kisah perjuangan untuk mendapat
pendidikan yang layak seperti di atas, kita pun berharap agar
kemunafikan-kemunafikan yang merupakan parasit kemajuan pendidikan di Indonesia
bisa segera hilang, dengan penghayatan terhadap kisah-kisah perjuangan
tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar